Konsultasi Online

zwani.com myspace graphic comments

Selasa, 24 Februari 2009

Posted by GAYA CURUP on/at 19.03

Gay, mungkin mungkin bukan lagi menjadi sebuah fenomena baru di masyarakat modern dan metropolis. Bisa jadi bahwa gay sudah menjadi pilihan hidup. Masyarakat pun mengakui adanya eksistensi diri mereka. Walaupun sebagian juga menolaknya baik secara eksplisit maupun implisit. Sedang, di dalam masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai paguyuban akan sangat sulit mengakui bahwa gay adalah sebagian dari masyarakat. Lebih parah lagi, masyarakat menganggap bahwa kaum gay adalah kaum yang terkutuk.

Dari segi kaum gay sendiri, ada yang berani memunculkan diri ke permukaan masyarakat dan ada pula yang memilih untuk menyimpannya. Tetapi kebanyakan gay di masyarakat metropolis mereka lebih sering memunculkan diri. Hal ini didukung dengan adanya ikatan gay atau semacam organisasi yang mewadahi. Sebagian dari mereka yang memunculkan diri akan menjadikan alasan bahwa “saya sudah jujur, karena saya mengakui diri saya sebagai gay” untuk mengekspresikan diri mereka.

Alasan yang menurut saya adalah hal yang tidak benar, tetapi saya tidak menyalahkan mereka. Toh, jauh di dalam sana di dasar relung palung hati ada norma-norma yang memberikan kebijakan sebagai pertimbangan. Pun, kepada masyarakat saya juga tidak dapat membenarkan sikap mereka yang memberi “label” bahwa gay adalah manusia-manusia terkutuk. Ini adalah pengoreksi yang tak memberi solusi. Siapapun bisa melakukan koreksi tanpa solusi ini!

B. Awal Keputusan Menjadi gay

Secara teori saya tidak begitu tahu, bagaimana orang-orang psikologi mengelompokkan sebab-musabab terjadinya gay. Terlepas dari teori, saya menyimpulkan dari beberapa orang gay yang pernah bercerita kepada saya, saya dapat menarik semacam benang merah yang menjadi simpulan alasan mereka menjadi seorang gay.

Ada dua alasan kenapa seorang lelaki memutuskan diri mereka menjadi seorang gay. Pertama karena masa lalu. Kedua, karena keputusasaan atau keterpaksaan termasuk di dalamnya adalah peran lingkungan.

Golongan pertama. Contohnya adalah trauma masa kecil. Seseorang yang pada masa kecilnya pernah mendapatkan perilaku kekerasaan atau pelecehan seksual sejenis akan membawa kesan ini hingga seseorang itu mati. Lama kelamaan masa lalu yang terpendam itu akan mencuat ke atas dan mempengaruhi masa depannya, serta pola pikirnya. Ia akan berharap kejadian itu terulang lagi, hingga dirinya akan lebih tertarik kepada sejenis dari pada lawan jenis.

Golongan kedua adalah seseorang yang sama sekali tidak memiliki dasar untuk menjadi seorang gay. Mereka melakukannya dengan kesadaran karena pelarian dari sesuatu yang tidak memberi kesan baik dalam hidupnya. Beberapa dari saya mengaku bahwa seorang laki-laki pernah ditolak 5 kali oleh seorang gadis, hingga dirinya memutuskan untuk menjadi gay. Ada juga yang karena merasa terkucilkan di dalam pergaulan, lalu lama kelamaan dia memutuskan diri untuk menjadi gay, bahkan ada yang mengaku karena factor ekonomi juga. Dari proses tersebut akan menimbulkan keterbiasaan, sehingga seseorang itu bisa menikmati kehidupan gay dan akan sulit untuk melepaskan diri dari dunia tersebut.

C. Terapi Penyembuhan

Saya tetap tidak mengakui bahwa gay itu adalah bagian dari kehidupan. Kenyataannya gay tetap ada. Saya juga tidak menyalahkan gay. Tetapi apa salahnya kita orientasikan kebutuhan biologis tersebut ke hal yang fitrah?

Namun sebelum melakukan ini semua, mari kita niatkan terlebih dahulu bahwa kita tidak lagi mau kembali ke dalam jurang tersebut. Ucapkan kalimat berikut ini tidak hanya di bibir, melainkan di hati kita:

“Bismilahirrahmannirrakhim. Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah. Dengan ini saya berniat bahwa saya tidak ingin menjadi seorang gay. Saya hendak menjadi seorang lelaki normal seperti apa yang diajarkan Rosulullah. Semua ini saya lakukan hanya karena Allah taala”

1. Cara pengenalan diri dan tindak otoriter diri

Kita tahu bahwa aktivitas yang sering kita lakukan sehari-hari seperti memutuskan untuk menyapa orang, memutuskan untuk makan atau tidak, memutuskan menjawab atau tidak, keputusan tersenyum atau tidak adalah sebentuk aktivitas yang diatur oleh kerja otak kita. Di dalam otak, kita bisa membayangkan di dalamnya ada sebentuk susunan sel-sel yang terkoordinasi dengan sempurna sehingga bisa menghasilkan proses berfikir. Selanjutnya, proses berfikir ini kita sebut sebagai pikiran. Pikiran kita inilah yang memutuskan segala sesuatunya. Lalu, di sisi lain, di dalam jiwa kita terdapat yang namanya nurani, norma-norma, aturan hakiki, keyakinan, naluri, suara hati atau bisikan hati adalah merupakan sebentuk pemberi pertimbangan kepada proses berfikir yang dilakukan oleh otak. Hasilnya, suatu keputusan bisa diputuskan atau tidak. Pun gerak dan aktivitas kita, seorang gay, bahwa yang bertindak adalah pikiran liar mereka. Terlepas dari teori, saya yakin akan hal itu. Berarti, pikiran liar itulah yang harus diperangi. Caranya, adalah coba dengan membuang jauh pikiran-pikiran yang berhubungan dengan gay. Cobalah berpikir bahwa kita harus mencintai lawan jenis, bukan sesamanya. Jika pikiran itu kembali, paksakan (secara otoriter) untuk berpikir kita harus mencintai perempuan. Jika masih terlalu sulit dan merasa tidak mampu, cobalah untuk memikirkan hal lain selain kedua hal itu. Atau lakukan istigfar (astagfirullah) atau dengan mengucap Allahuakbar berkali-kali. Lakukan hal tersebut ketika sedang melamun atau sebelum tidur.

2. Terapi sugesti

Cobalah membatin atau mengucapkan dengan lirih (sugesti) kalimat-kalimat berikut ini (atau kita bisa menciptakan kalimat yang lain) seperti

GAY MENJIJIKKAN

Atau

GAY SESAT

Atau

AKU BUKAN GAY, BUKAN GAY.

Atau

AKU BUKAN GAY, AKU MENCINTAI PEREMPUAN

Ucapkan salah satu kalimat di atas berkali-kali sambil membayangkan apa yang sedang kamu ucapkan. Terjanglah pikiran liar yang melawan atau sebentuk kebosanan. Terus bunyikan seperti seorang sedang wiridan dengan khusuk. Ucapkanlah minimal 2.000 kalimat dalam sehari. Kalau perlu tulislah sehari lima puluh kertas HVS bolak-balik. Lakukan hal tersebut saat melamun, sendirian, bingung, hingga bangun atau saat sebelum tidur.

3. Kepasrahan dalam doa

Dan, itulah yang dapat kita lakukan. Kita ada, Ada Yang Menciptakan. Kita hidup, Ada Yang Menghidupkan. Pun mematikan. Lantas, kenapa tidak berpasrah diri dan memohon bahwa kita adalah hamba yang tidak memiliki apa-apa selain harapan. Mari satukan jemari, tekuk lutut kita. Tundukkan kepala kita. Ungkapkan apa yang menjadi kendala dalam hati kita. Kepada Allah saja kita bisa kembali. Cucurkan air mata jika menurut hati itu dapat mencairkan kebekuan jiwa. Lantas, sentuhkan kening pada sajadah. Mohonlah ampun.

D. Masihkah, Gay menjadi sebuah keputusan?

Dan, ingatkah kita tentang kaum Sodom yang telah binasa karena tidak mendapat petunjuk Allah. Dan, masihkah kaum gay masih menjadi sebuah keputusan? Percayalah, hal ini bukan karena kutukan. Sebuah “penyakit” tentu akan ada obatnya. Pun, saya tidak menyetujui jika ada masyarakat yang menganggap dirinya suci dengan mengucilkan mereka-mereka yang menjadikan diri gay. Mari, kita berjabat tangan, lantas saling merangkulkan lengan pada bahu. Bersama kita bisa. Bukankah begitu?

0 komentar:

Posting Komentar

Optional Side Ad Optional Side AdOptional Side AdOptional Side Ad