Konsultasi Online

zwani.com myspace graphic comments

Kamis, 12 Maret 2009

Posted by GAYA CURUP on/at 02.34


Tanggal : 29 Nov 2006
Sumber : kompas
Prakarsa Rakyat,

Kantor Ikatan Waria Rejang Lebong atau IKWRL di Curup, ibu kota Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, pada Sabtu awal September siang lalu, terlihat hidup. Di ruang tengah kantor yang sekaligus tempat tinggal, tiga waria sibuk merias wajah dan menata pakaian seorang calon pengantin perempuan.

Fefen (40), salah seorang waria, memoles wajah kliennya dengan telaten. Jari-jarinya yang gemulai memadukan beberapa warna perona pipi. Sehari sebelumnya, Fefen dan dua rekannya juga memasang beragam perlengkapan pernikahan mulai dari hiasan pelaminan, kamar pengantin, sampai meja makan prasmanan di rumah mempelai.

Di Rejang Lebong, kaum waria tersohor dalam urusan rias kecantikan dan salon. Bahkan ada di antara mereka rutin menjadi penata rias untuk acara-acara pemerintah.

Ice (45), pemilik Ice Salon di Curup, misalnya, menjadi penata rias tetap untuk Sanggar Tari Pat Petulai binaan Pemkab Rejang Lebong. Setiap digelar acara pemerintah yang menampilkan sanggar tari itu, dia dan Andri, rekannya sesama waria, merias penari serta istri-istri pejabat.

Menurut Ice, yang bernama asli Agustari, awalnya ia mendapat bekal keterampilan dari Dinas Sosial. Berbekal itu, waria berambut panjang ini bekerja di beberapa salon kecantikan di Palembang dan Jakarta. Setelah beberapa tahun, ia kembali ke Curup membuka salon sendiri.

Mendapat pengakuan dan kepercayaan dari masyarakat bukan hal yang mudah. Ice mengaku membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa keberadaan kaum waria tidak selamanya berkonotasi negatif.

Dulu, ia sering takut untuk keluar rumah. Setiap ke pasar, ia sering dicemooh warga yang tidak menyukai kehadiran waria. Secara perlahan cemoohan berubah, ketika keterampilannya dalam perawatan kecantikan dianggap unggul. "Kuncinya, seorang waria harus punya kepintaran. Tanpa kepintaran, waria akan selalu dikucilkan dan dianggap orang aneh," katanya.

Sayangnya, wadah atau organisasi untuk menghimpun dan mengembangkan keterampilan waria jarang ditemukan. Di Bengkulu, IKWRL adalah satu-satunya organisasi yang mewadahi kaum waria.

IKWRL didirikan sejak 14 tahun silam. Sewaktu didirikan, anggotanya 800 waria. Namun saat ini 100 orang, dengan usia 20-60 tahun. Menurut Fefen, ketika itu eksistensi waria dipandang sebelah mata karena sebagian dari mereka sering keluyuran dan "nongkrong" di tempat umum pada malam hari.

"Awalnya, organisasi ini didirikan untuk menghimpun waria yang selama ini berkeliaran," tutur Fefen, yang menjabat Ketua IKWRL selama dua periode.

Melalui kerja sama dengan Dinas Sosial, organisasi ini mendapat bantuan modal untuk mengembangkan usaha, di antaranya berupa 25 set peralatan potong rambut, seperti gunting, alat pencukur, dan kursi.

Dari beberapa kali pelatihan, IKWRL menyadari potensi anggotanya dalam tata rias dan salon. Sistem pengajaran lalu dilakukan berantai. Anggota yang telah memiliki kemampuan lebih, diminta menularkan kemampuannya kepada anggota yang belum mahir.

Tata rias dan salon seakan menjadi urat nadi kegiatan para waria di Rejang Lebong. Tahun 2003, Dinas Sosial kabupaten itu pernah mengajarkan keterampilan lain berupa pembuatan tahu dan menjahit, namun program itu kurang berhasil.

Keseriusan mereka ditunjukkan dengan keseriusan menjalani profesi mereka. Fefen, misalnya, menyisihkan 50 persen dari pendapatannya untuk membeli peralatan tata rias dan pakaian pengantin. Hampir setiap tahun, ia menambah koleksi pakaian yang akan disewakan.

Saat ini, usaha salon dan tata rias di kabupaten itu didominasi kaum waria. Terdapat sedikitnya 15 salon tata rias dan kecantikan yang dimiliki waria. Usaha itu dikembangkan dengan mempekerjakan waria lain, sehingga hampir seluruh waria di Rejang Lebong memiliki pekerjaan.

Eksistensi mereka perlahan memang semakin diakui. (lkt)

0 komentar:

Posting Komentar

Optional Side Ad Optional Side AdOptional Side AdOptional Side Ad